Selasa, 13 Maret 2012

Aksi Demo Mahasiswa Tolak BBM Diboncengi Elite Politik?

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Menyusul aksi penolakan kenaikan BBM, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Organ Mahasiswa se-Jabodetabek bakal menggelar aksi turun ke jalan. Namun, terbetik kabar bahwa aksi itu sendiri diboncengi oleh elite politik.

Koordinator BEM se-Jabodetabek Rahmat Sholeh mengatakan, para mahasiswa akan melakukan aksi sendiri menyikapi kebijakan pemerintah yang terkesan pro asing itu. Dijelaskannya, memang ada gerakan aksi pada 12 Maret mendatang. Mereka terdiri atas Aliansi BEM dan Organ Mahasiswa Jabodetabek, BEM Nusantara Jabodetabek, BEM se-Bekasi, BEM Batavia Raya, dan Gemanusa. Ada juga dari Perhimpunan Mahasiswa Jakarta, BEM Univiversitas Bhayangkara Jakarta Raya, BEM Univiversitas Trisakti, Hijau Muda Nusantara, dan Aliansi mahasiswa Menggugat.

Namun, Rahmat menyatakan, pihaknya tidak bakal bergabung dalam aksi itu. BEM se-Jabodetabek tidak ikut terlibat dalam aksi itu lantaran telah dimanfaatkan oleh elit politik tertentu dengan tujuan politik praktis. "Partai oposisi yang sering memainkan isu itu untuk menggerakkan mahasiswa menolak kenaikan BBM," katanya.
Rahmat lebih memilih cara menyuarakan penolakan terhadap penguasaan asing yang berlebih terhadap kekayaan migas. Atas dasar itu, pihaknya mendesak pemerintah untuk segera menasionalisasi aset-aset asing yang menguasai migas nasional untuk kepentingan rakyat Indonesia. "Cara ini lebih rasional sebab sudah diterapkan di beberapa negara di Amerika Latin," jelasnya

Sumber :
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/03/10/m0n80z-aksi-demo-mahasiswa-tolak-bbm-diboncengi-elite-politik

Selasa, 28 Februari 2012

Kekuatan Besar di Balik Gangster Kei

TEMPO.CO, Jakarta - Diburu selama kurang-lebih sebulan, tokoh kelompok Kei, John Refra Kei, akhirnya ditangkap di sebuah "hotel jam-jaman" di kawasan Pulomas, Jakarta Timur. Selain menjadikan John tersangka pelaku pembunuhan bos PT Sanex Steel Indonesia, Tan Harry Tantono, polisi akan menjeratnya dengan belasan kasus kejahatan lain yang ia dan kelompoknya lakukan.  

Pekan ini Majalah Tempo menurunkan laporan utama "Gangster Kei" setelah melakukan penelusuran mendalam ke berbagai sumber hingga ke Pulau Kei, Maluku Tenggara. Menurut sumber Tempo di Kepolisian Geng Kei terkenal sadis.

Pembunuhan yang telah diakui oleh tiga anak buah John Kei itu konon bermotif utang. Bos PT Sanex Steel Indonesia itu tak kunjung membayar utang Rp 600 juta. Karena itu pada 26 Januari 2012, Tan Harry, atau dikenal dengan nama Ayung, dibunuh di kamar 2701 Swiss-Belhotel, Jakarta Pusat.

Soal motif pembunuhan terhadap Ayung, sejumlah sumber Tempo yang kenal John dan Ayung ragu jika itu hanya tentang duit jasa menagih utang. "Kalau hanya Rp 600 juta, itu kecil bagi Ayung," kata sumber yang juga anggota partai politik itu. Sumber Tempo lain yakin pembunuhan Ayung dilatarbelakangi persaingan bisnis. "Ada orang yang memakai John untuk membunuh Ayung," kata sumber itu.
Pendapat itu didasarkan pada hubungan antara John dan Ayung yang selama ini sangat baik. Ayung berkenalan dengan John Kei saat dia masuk penjara. Gara-garanya, dia bersengketa dengan Ho Giok Kie alias Arifin dalam perebutan saham PT Sanex Steel pada 2005. Perselisihan ini merembet ke kasus lain yang membuat Ayung dipenjara.  "Arifin ini bisa dibilang musuh besar Ayung," ujar sumber itu.

Tito Refra mengaku kakaknya memang berteman baik dengan Ayung. "Mereka bagai saudara," kata Tito. Sumber Tempo lain menyebutkan Ayung berkunjung ke Pulau Kei saat ulang tahun ayah John tiga tahun lalu. "Karena itu, jika John sampai membunuh Ayung, pasti ada kekuatan lebih besar, lebih kuat, yang membuat dia melakukan itu semua," kata sumber ini.

Tempo tak bisa meminta konfirmasi perihal konflik Arifin-Ayung ini kepada Arifin. Dihubungi Kamis pekan lalu, istri Arifin, Eflin, juga menyatakan tak akan berkomentar apa pun tentang hal ini. "Saya ini sibuk," ujarnya. Lalu, klik, ia mematikan telepon.  (Selanjutnya >>)

John Kei, 43 tahun, memang bukan nama asing bagi polisi. Bertubuh tegap dan kekar, pria asal Kepulauan Kei, Maluku, itu lekat namanya dengan dunia kekerasan. Kelompok John--dikenal dengan nama kelompok Kei--beberapa kali terlibat bentrokan berdarah dengan kelompok preman lain di Ibu Kota. Geng Kei, misalnya, menghabisi nyawa Basri Sangaji, pemimpin geng Maluku lainnya, pada 2004. "Geng Kei memang dikenal sadis dan tak kenal ampun jika sudah berhadapan dengan musuh-musuhnya," ujar seorang polisi.

John sendiri dikenal keras. Pada 2008, misalnya, ia ditangkap Detasemen Khusus Antiteror karena menebas putus jari dua orang yang terbilang masih familinya (lihat "Jejak Berdarah John"). Di Jakarta, geng Kei dikenal sebagai spesialis penagih utang dan penjaga keamanan, dua mata pencarian yang membuat mereka kerap berhadapan dengan kelompok sejenis.

Keterlibatan John dalam pembunuhan Tan menjadi terang-benderang ketika polisi membuka rekaman CCTV Swiss-Belhotel. Menurut sumber Tempo, rekaman itu menunjukkan, pada pukul 21.28, bersama belasan anak buahnya, John Kei menuju kamar Ayung di kamar 2701.
Selama ini, seorang penyelidik, John kerap lolos dari tuduhan penganiayaan atau pembunuhan karena ia selalu memanfaatkan kesetiaan anak buahnya untuk menjadi martir: mengaku sebagai pelakunya. "Para martir itu sendiri lantas naik derajatnya di komunitas mereka," kata sumber itu. Hanya, kali ini, rupanya John kena batunya. "Kali ini kerja John jorok. Ia terekam CCTV," ujar seorang penyelidik.

Sumber :
http://id.berita.yahoo.com/kekuatan-besar-di-balik-gangster-kei-013808336.html;_ylt=AoiNP7Qr8nK5NJ4rFnSKUVt9V8d_;_ylu=X3oDMTUxdms5ZXFkBGNjb2RlA2N0LmMEbWl0A01vc3QgUG9wdWxhciBmb3IgQXJ0aWNsZXMEcGtnAzExYzRmYzUwLTBiZTYtMzU4Ny05ODRiLTc1Yjg1NjdlZGU1YgRwb3MDMgRzZWMDTWVkaWFCTGlzdE1peGVkTW9zdFBvcHVsYXJDQQR2ZXIDMDNjNmViNDAtNjBlOS0xMWUxLWExZmUtNzhjZGYwYTY1YmEw;_ylg=X3oDMTMxYjVvdjQzBGludGwDaWQEbGFuZwNpZC1pZARwc3RhaWQDYmRlYzJhOGYtZTZiMC0zNWI4LTg5OTUtODFhNjFlYjJjNmUxBHBzdGNhdANuYXNpb25hbARwdANzdG9yeXBhZ2UEdGVzdAM-;_ylv=3

Polri Identifikasi Pelaku Pembakaran Dua Informan Polisi

Jakarta (ANTARA) - Kepolisian Negara RI saat ini sedang melakukan identifikasi pelaku penganiayaan dan pembakaran yang mengakibatkan dua anggota informan polisi tewas, yakni Christian Marco Siregar dan Ricardo Jefferson Sitorus.

"Saat ini Polresta Medan sudah mengidentifikasi beberapa orang yang diduga menjadi pelaku penganiayaan dan pembakaran terhadap informan polisi," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Pol. Saud Usman Nasution di Jakarta, Selasa.

Hal tersebut berdasarkan saksi, bukti rekaman, dan adanya petugas yang ada di lapangan yang sedang dalam pengejaran kepada para pelaku, ujarnya.

Kasus pembakaran dan penganiayaan terhadap anggota Polri dan informan yang terjadi pada saat mereka ingin melakukan penyelidikan adanya bandar togel di Desa Lau Bakeri, Minggu (26/2).
"Saat itu, Brigadir Albertus Sibua beserta empat orang informan yang selama ini membantu beliau dalam mendapatkan informasi, yaitu Ricardo Sitourus, Siregar, dan dua informan yang selamat berinisial MMP dan BI," kata Saud.

Pada hari kejadian sekitar pukul 18.00 WIB, informan atas nama Ricardo Sitorus mendapatkan telepon dari daerah Tuntungan bahwa di Desa Lau Bakeri ada bandar judi toto gelap (togel) sedang melakukan aktivitas, katanya.

Atas informasi tersebut, anggota Polri beserta rekannya dengan menggunakan kendaraan kijang Inova berpelat nomor polisi BK 10 HK berangkat. Begitu tiba di Desa Lau Bakeri, mereka memantau kegiatan bandar togel berinisial K. Tak lama berselang mereka turun dari mobil, si bandar togel tersebut meneriakinya maling.

"Di sana sedang banyak masyarakat. Karena diteriaki maling, maka masyarakat langsung mengejar anggota kami dan temannya. Karena massa sangat besar, akhirnya mereka masuk ke mobil untuk menghindar, kemudian mereka dikejar oleh sekitar sepuluh unit sepeda motor," kata Saud.

Di tengah jalan, kelimanya dihadang dan berhenti. Saat berhenti massa menggoyang-goyangkan mobil dan menyuruh yang ada di dalam mobil untuk turun.
Pada saat itu, Brigadir Albertus Sibua sempat mengatakan bahwa dirinya polisi. Namun, masyarakat tidak percaya dan meminta si pengendara turun. Setelah turun, mereka dipukuli.
Albertus Sibua berhasil meloloskan diri ke arah hutan beserta dua orang informan berinisial MMP dan BI, sementara dua orang lainnya tertangkap dan dipukuli massa. Beberapa anggota intel dari Polsek Kutalimbaru datang untuk membantu dua informan tersebut, namun tidak bisa karena massa lebih besar, katanya.

Saud mengatakan bahwa kedua informan diseret dan masuk ke dalam mobil, kemudian dibakar berakibat mobil terbakar dan kedua orang informan ini, yakni Ricardo Sitorus dan Siregar ini terbakar.

Hal itu, kata dia, merupakan suatu pelajaran bagi semua pihak, khususnya bagi Polri, di dalam penindakan togel yang merupakan permainan perjudian.

Kendati melanggar Pasal 302 KUHP, perbuatan yang dilarang itu banyak masyarakat yang menyukainya. Dan, dalam memberantasnya butuh risiko dan pengorbanan di lapangan.
"Kami tanpa adanya informasi di lapangan, sulit rasanya menumpas hal tersebut," kata Saud.

Sumber :
http://id.berita.yahoo.com/polri-identifikasi-pelaku-pembakaran-dua-informan-polisi-070420768.html;_ylt=AoEAGL8xywb5IpGrJfA9Nut9V8d_;_ylu=X3oDMTFydXBqbWVsBG1pdANJbmZpbml0ZSBCcm93c2UgU3BsaXQEcG9zAzIEc2VjA01lZGlhSW5maW5pdGVCcm93c2VMaXN0;_ylg=X3oDMTMxYjVvdjQzBGludGwDaWQEbGFuZwNpZC1pZARwc3RhaWQDYmRlYzJhOGYtZTZiMC0zNWI4LTg5OTUtODFhNjFlYjJjNmUxBHBzdGNhdANuYXNpb25hbARwdANzdG9yeXBhZ2UEdGVzdAM-;_ylv=3

Senin, 27 Februari 2012

Radikalisme, Fanatisme dan Kekerasan

Sejak peristiwa 9/11 yang hingga saat ini banyak diragukan sebagai aksi tunggal kelompok Al-Qaeda, di seluruh dunia dan khususnya di dunia Islam berkembang istilah radikalisasi agama yang dianggap sebagai penyebab menjamurnya terorisme. Meski berbagai media massa barat telah menyepakati untuk mempropagandakan Al-Qaeda sebagai musuh bersama umat manusia, namun terasa banyak kejanggalan dimana dalam periode tertentu akhirnya apa yg dipropagandakan sebagai musuh bersama itu ternyata sangatlah lemah baik dari sisi kemampuan maupun teknologi sehingga nyaris mustahil sebagai agen tunggal pelaku tindak terorisme di berbagai belahan dunia.

Apa sesungguhnya radikalisme yg sering dikumandangkan tersebut? radix (latin) yg berarti akar menjadi inti dari makna radicalism yg secara politik kemudian diarahkan kepada setiap gerakan yang ingin merubah sistem dari akarnya. Sejarah istilah radicalism tersebut bahkan lebih banyak digunakan dalam perjalanan pertentangan politik di Barat dan sangat jarang digunakan dalam dunia agama baik Islam, Kristen maupun yg lainnya. Agama lebih mengenal istilah fanatisme atau fanaticism yang hampir identik dengan keyakinan lahir bathin atas ajaran agama yang kemudian dalam perkembangannya juga dipergunakan dalam berbagai situasi sosial maupun aliran politik.


Radikalisme hampir selalu disebabkan oleh faktor eksternal dan internal yang terjadi secara simultan sebagai faktor penentu terciptanya proses radikalisasi. Sedangkan fanatisme hampir selalu merupakan proses internal terciptanya keyakinan di dalam hati kita yang bahkan tidak terlalu membutuhkan rangsangan dari eksternal.

Mengapa saya membuka artikel kali ini dengan peristiwa 9/11, hal ini untuk menegaskan bahwa 9/11 terlepas dari siapapun dalang di belakangnya adalah faktor eksternal utama yang menyebabkan terjadinya radikalisme agama di dunia Islam. Faktor lainnya adalah konflik di Palestina, okupasi Afghanistan dan Irak serta berbagai situasi yang yang menyebabkan sebagian umat Islam hidup dalam penderitaan dan ketidakadilan. Tentu saja argumentasi ini akan dibantah dengan tuduhan bahwa justru kelompok kecil radikal Islam seperti Al-Qaeda yang memulai terjadinya proses radikalisasi dengan motto anti Barat (AS dan sekutunya) serta mendakwahkan jihad kekerasan untuk melawan Barat. Persoalan ini perlu dikembalikan kepada sumber masalahnya yakni di Afghanistan sebagai tempat percobaan berbagai alat perang guna mendukung industri pertahanan Barat serta persoalan kepentingan politik Israel yang tidak menginginkan dunia Arab yang bersatu.

Islam sebagai gerakan politik merupakan satu-satunya yang potensial menjadi alternatif di saat kemenangan ideologi demokrasi liberal atas ideologi sosialisme-komunisme berkembang ke berbagai belahan dunia. Bagaimana mengatasinya? tentu diperlukan kecerdikan tersendiri yang menyentuh hati dan pikiran manusia di dunia bukan? Agama Kristen baik Katholik maupun Prostestan telah lama dikalahkan oleh ideologi demokrasi liberal dalam wilayah kekuasaan politik, melalui proses marjinalisasi agama dan pemisahan otoritas gereja dengan otoritas negara. Akhirnya saat ini, rohaniwan Kristiani hanya duduk di pinggir arena dengan seruan-seruan moral yang bahkan diabaikan oleh semangat kemanusiaan atau nama hak asasi dimana hukum agama (Tuhan) tidak dapat diberlakukan karena manusia lebih paham dan lebih berhak mengatur dirinya sendiri dengan nilai-nilai universal. Itulah sebabnya homoseksualitas dalam artian orientasi seks menjadi hak yang asasi, itulah pula sebabnya nilai-nilai universal manusiawi tersebut saat ini sangat dominan di dunia dan tentu saja hampir semua kitab suci telah ditutup karena tidak lagi sesuai dengan tuntutan manusia modern.

Umumnya dunia Islam saat ini sedikit banyak masih berpegangan kepada nilai-nilai keagamaan baik yang tebal maupun yang tipis dipermukaan. Terdapat sejumlah prinsip yang keras yang berpotensi mengganggu propaganda demokrasi liberal misalnya masalah penegakkan hukum syariah. Oleh karena itu diperlukan agen-agen perubahan untuk memarjinalkan ajaran Islam sebagaimana pernah terjadi terhadap ajaran Kristiani. Yaitu untuk keluar dari dunia politik kekuasaan dan hanya mengurusi masalah moral.

Salah satu cara yang paling berhasil dalam sejarah adalah melalui adu domba dengan melahirkan kelompok radikal dalam dunia Islam. Siapa mereka ? yaitu kelompok awal pendukung utama jihad kekerasan yang kemudian dapat diberikan label sebagai teroris yang teramat jahat, serta para pendakwah yang menganjurkan jalan kekerasan yang akan dibenci umat manusia di dunia.

Seluruh agama yang turun di dunia ini semuannya menghadapi pembangkangan dari umat manusia yang tidak mau tunduk patuh, bahkan sejumlah orang suci atau nabi juga mati terbunuh karena sebagian manusia akan terganggu dengan dakwah mereka. Berbagai kepentingan politik telah merusak intisari ajaran agama, dan manusia sangat lihai dalam menyusun argumentasi logis untuk membuat umat manusia bingung dan akhirnya meninggalkan agama karena terlalu repot dengan urusan dunia.

Sadar ataupun tidak, kitab-kitab yang diyakini politisi modern tentang demokrasi, liberalisme, sistem sosial, dan berbagai mekanisme hubungan antar anggota masyarakat serta nilai-nilai universal telah menggantikan kitab suci agama yang dalam abad-abad sebelumnya mendominasi kehidupan manusia. Apakah hal ini berarti atheisme menang? bukan begitu arahnya karena yang saya maksud adalah pada besar-kecilnya perhatian kita kepada kitab atau buku atau ajaran yang dominan kita yakini sebagai kebenaran walaupun relatif sifatnya.

Kembali pada isu radikalisme. Seperti saya ungkapkan sebelumnya, radikalisme dirangsang baik dari faktor eksternal maupun internal yang bekerja secara simultan saling terkait mempengaruhi satu dengan lainnya. Untuk keperluan itu diperlukan agent of influence dari luar maupun dari dalam sehingga akan memancing emosi murni yang dapat diproses menjadi radikal sebagaimana terjadi dalam diri sejumlah pelaku bom bunuh diri.

Agen dari luar adalah mereka yang memancing kemarahan dalam diri seorang Muslim, misalnya George Bush Junior yang menyatakan global crusade against terrorism, secara sadar ataupun tidak telah mendorong lahirnya kembali permusuhan Islam - Kristen. Namun pada saat yang bersamaan juga mendiskreditkan istilah crusade yang dalam sejarah Kristen memiliki nama harum. Jauh sebelum 9/11, umat Islam telah menyaksikan berbagai pembantaian seperti pembantaian Sebrenica dimana 8000 Muslim laki, perempuan dan anak-anak dibantai, sementara negara-negara Barat khususnya NATO tutup mata. Di Palestina dan Lebanon berbagai aksi kekerasan Israel saling berbalas dengan kelompok Muslim, ditambah lagi dengan konflik berkepanjangan di Afghanistan, Irak, dan Pakistan yang sedikit banyak juga dibumbui informasi tentang adanya terorisme. Dalam aspek yang lebih lunak, terjadi sejumlah marjinalisasi di Barat terhadap imigran Muslim, mulai dari pelarangan hijab di Perancis, pengetatan ketentuan imigrasi Uni Eropa, pelarangan menara mesjid di Swiss, serta berbagai tindak diskriminasi lainnya. Tentu tidak adil apabila artikel ini hanya melihat sisi langkah yang ditempuh Barat tanpa melihat fakta bahwa sebagian kecil kelompok Islam yang ada di Barat juga mengumandangkan kebencian dan mengancam stabilitas keamanan di Barat. Dengan kata lain terjadi situasi gayung bersambut dari kacamata keamanan.

Intelijen sangat jarang menghacurkan dari luar sebagaimana perang, adalah tugas utama intelijen untuk menghancurkan dari dalam. Sebagaimana terjadi dalam kasus Komando Jihad di Indonesia dahulu, dalam gerakan radikal Islam global tekniknya juga sama. Setelah prakondisi dipenuhi seluruhnya dengan puncak 9/11, maka justifikasi radikalisasi dilanjutkan di negara-negara berpenduduk Islam seperti Indonesia dengan maraknya berbagai serangan teror yang diawali dengan Bom Bali. Siapa para teroris Indonesia tersebut? mereka itulah yang dalam operasi intelijen menjadi agen utama Barat dalam merusak dan mengadu domba sesama Muslim dengan menciptakan perpecahan berdasarkan faham Jihad. Guru-guru mereka adalah sepandai Snouck Hugronje yang fasih berbahasa Arab dan pernah diterima Raja Arab Saudi sebagai akademisi ternama yang mampu melemahkan Islam di tanah jajahan Hindia Belanda.

Tampak jelas bahwa orang seperti Imam Samudra dkk memiliki keyakinan atas apa yang dilakukannya sebagai tindakan yang diridhoi Tuhan, padahal dalam strategi yang lebih besar, Imam Samudra dkk telah menjadi Agent of Influence yang luar biasa dalam proses pemantapan labeling radikal Islam di Indonesia. Hingga saat ini, tampak jelas bahwa terjadi kebingungan yang luar biasa dalam gerakan Islam garis keras di Indonesia. Kelompok FPI misalnya memilih jalan premanisme dengan pemaksaan kehendak, kelompok ABB beberapa kali berganti baju dalam merapatkan barisan jihad yang teroganisir, ada yang bersembunyi di balik gerakan pendidikan atau politik, serta berbagai manifest lainnya. Tentu saja masih ada gerakan bawah tanah yang memilih jalan teror sebagai keyakinan perjuangan untuk semakin memantapkan Islam sebagai agama teror. Pertanyaannya siapa yang diuntungkan? tentu saja ideologi demokrasi liberal yang semakin tampak mulia sebagai pilihan bersama yang disepakati.

Apakah berarti ideologi demokrasi liberal tersebut begitu buruk dan jahatnya ? Tentu tidak demikian melihatnya. Dari sisi sistem dan teori kekuasaan, sebenarnya tidak ada benar ataupun salah karena semua kembali kepada manusia pelaksanannya. Dalam Kekalifahan Islam yang Korup dan otoriter dimasa akhir Turki Usmani, tentunya kita menyaksikan keruntuhan Kalifah waktu itu lebih banyak disebabkan faktor internal dan bukan karena ajaran Islamnya. Dalam berbagai gerakan anti pemerintah di Timur Tengah dan Afrika Utara belakangan ini kita juga menyaksikan bahwa tindakan sewenang-wenang dari para diktator yang telah menyebabkan umat Islam bergerak melakukan perlawanan untuk keadilan.

Bagaimana dengan Indonesia? gerakan reformasi terjadi sebelum peristiwa 9/11, sehingga secara teori seharusnya Indonesia lepas dari isu terorisme yang dirancang sebagai perang global oleh AS. Namun ketakutan bahwa demokrasi di Indonesia akan banyak dipengaruhi oleh Politik Islam, menyebabkan dianggap perlu untuk menciptakan barriers (Penghalang) yang kuat terhadap gerakan Islam Politik, khususnya yang diilhami oleh Ikhwanul Muslimin (IM) dalam berbagai bentuknya. Sehingga terjadilah berbagai aksi teror di Indonesia yang merupakan jawaban untuk melemahkan posisi Islam sebagai ideologi untuk kekuasaan politik, hasilnya sekarang dapat kita lihat bahwa mayoritas rakyat Indonesia sebagaimana juga terjadi pada awal kemerdekaan lebih memilih faham nasionalisme dari pada agama. Lebih lanjut konsolidasi demokrasi menjadi semakin mapan. Sadar maupun tidak sadar, peranan mereka yang radikal dan menganjurkan kekerasan telah memberikan dampak menguatnya dukungan kepada demokrasi dan kebebasan.

Bagaimana kita menyikapinya? Bangsa Indonesia adalah bangsa yang luwes dan pandai menyesuaikan diri dengan perubahan. Atas pilihan-pilihan yang terjadi dalam catatan sejarah, tentunya kita perlu mengakhiri konflik internal yang disebabkan oleh ketidakmengertian akan strategi global yang menjebak setiap komponen bangsa untuk berkonflik berkepanjangan sehingga melupakan hal-hal yang lebih penting seperti mengurangi kelaparan dan kemiskinan, peningkatan pendidikan, pembangunan ekonomi yang merata, serta pembangunan jati diri kebangsaan Indonesia yang bermoral dan beragama.
Sumber :
http://intelindonesia.blogspot.com/2011/06/radikalisme-fanatisme-dan-kekerasan.html

AS Nyatakan JAT sebagai Organisasi Teroris

WASHINGTON, KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS), Kamis (23/2/2012), secara resmi menyatakan kelompok Jemaah Anshorut Tauhid (JAT) yang didirikan Abu Bakar Baasyir sebagai organisasi teroris  asing.

Departemen Luar Negeri AS menyatakan, JAT selama ini terkait dengan sejumlah serangan di Indonesia. Kelompok berusia tiga tahun itu berada di belakang pengeboman gereja di Jawa Tengah September lalu, sejumlah serangan mematikan terhadap polisi Indonesia dan berbagai perampokan bank yang bertujuan mengumpulkan uang guna membeli senjata dan bahan-bahan peledak.

"JAT berusaha untuk mendirikan negara Islam di Indonesia, dan telah melakukan sejumlah serangan terhadap personel pemerintah Indonesia dan warga sipil untuk mencapai tujuan itu," kata Departemen Luar Negeri AS itu dalam sebuah pernyataan.

Secara paralel, Departemen Keuangan AS mengumumkan bahwa pihaknya menjatuhkan sejumlah sanksi terhadap tiga anggota terkemuka kelompok itu dan melarang warga dan dunia usaha AS untuk melakukan transaksi dengan mereka. Ketiga orang itu adalah Mochammad Achwan yang bertindak sebagai amir JAT, Son Hadi bin Muhadjir selaku juru bicara kelompok itu, dan Abdul Rosyid Ridho Ba'asyir yang selama ini dikenal sebagai perekrut anggota dan melakukan tugas penggalangan dana.

Adam Szubin, direktur Kantor Departemen Keuangan untuk Pengawasan Aset Luar Negeri AS mengatakan, AS "sedang melakukan langkah lain untuk memastikan bahwa kelompok teroris itu terputus dari sistem keuangan internasional dan semakin sulit untuk melakukan tindakan kekerasan mereka, tidak peduli dimana pun mereka berada."

Langkah pemerintah AS diperkirakan akan meningkatkan tekanan pada jaringan yang didirikan Abu Bakar Baasyir (73 tahun), yang telah dijatuhi hukuman penjara tahun lalu atas tuduhan mendanai kegiatan teroris. Baasyir mendirikan JAT tahun 2008. 
Sumber :
http://internasional.kompas.com/read/2012/02/24/09334124/AS.Nyatakan.JAT.sebagai.Organisasi.Teroris

JAT Dicap Teroris Bukan Urusan Indonesia

JAKARTA - Dimasukkannya Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) sebagai salah satu organisasi teroris asing oleh Amerika Serikat ternyata tidak berpengaruh besar pada Indonesia.

"Tidak ada hubungannya. Itu kan proses nasionalnya AS," ujar Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa kepada wartawan usai menggelar jumpa pers mengenai hubungan Bilateral Indonesia-Sudan di Gedung Kemenlu, Jakarta, Jumat (24/2/2012).

Marty menjelaskan, ada tiga kategori dalam menetapkan organisasi atau individu tertentu yang diduga terlibat dalam jaringan teroris yaitu dalam kategori skala Nasional, Regional sampai Global.

Kemudian penetapan yang dilakukan Pemerintah AS tersebut, jelas Marty, merupakan penetapan organisasi jaringan teroris asing dalam skala Nasional, jadi hanya berlaku di AS saja.

"Jikalau memang masuk skala global tentunya harus melalui dewan keamanan PBB," jelas Marty.

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Amerika Serikat (AS), memasukan organisasi Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) yang didirikan oleh Abu Bakar Ba'asyir ke dalam daftar organisasi teroris asing (FTO).

Kementerian Luar Negeri AS, mengumumkan hal tersebut, di hari Kamis (23/2/2012) kemarin. "Hari ini Kementerian Luar Negeri AS, telah mencantumkan Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) sebagai organisasi teroris asing, berdasarkan ketentuan 219.

Undang-Undang Imigrasi dan Kewarganegaraan, dan sebagai teroris global ditetapkan berdasarkan pasal 1 (b) dari Executive Order 13224," pernyataan Kemenlu AS, seperti dikutip dari situs mereka, http://www.state.gov, Jumat (24/2/2012).

Atas pemberitaan tersebut, Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), melalui juru bicara JAT, Sonhadi menilai Amerika melempar isu tanpa bukti ketika menetapkan organisasi yang didirikan Abu Bakar Baasyir dalam daftar organisasi teroris asing (FTO).
 
Sumber :
http://www.tribunnews.com/

Inggris Terbukti Bantu Kelompok Teroris di Suriah

Sebuah laporan intelijen mengatakan, Inggris memberikan dukungan logistik kepada kelompok-kelompok teroris bersenjata di kota Homs, Suriah. Inggris mendukung pertempuran berdarah mereka terhadap warga sipil dan pasukan militer Suriah.

Laporan yang diterbitkan oleh Debka-file yang bersumber dari intelijen Israel ini, mengungkapkan, pasukan Inggris dibantu Qatar memberikan bantuan, dengan mengirimkan pasokan amunisi dan dukungan taktis langsung kepada kelompok-kelompok bersenjata di Homs untuk operasi militer rahasianya di Suriah.

Sementara itu dalam pemberitaan Press TV, pejabat Inggris menyangkalnya. Dirinya mengatakan, kehadiran pasukan Inggris dan Qatar di Homs untuk menghadiri pertemuan antara para pejabat Suriah dan kepala Dinas Intelijen Luar Negeri Rusia, Mikhail Fradkov. Padahal. Intelijen MI6 Secret Service mengatakan, intelijen asing Inggris telah mendirikan empat pangkalan di Homs untuk memfasilitasi operasi rahasia militer di negara Arab.

Sementara itu, kehadiran pasukan Inggris di Suriah menjadi masalah yang sangat diperdebatkan di parlemen negara itu. Sebab, menurut beberapa pejabat parlemen Inggris, pemerintah Inggris harus menanggung beban berat lain jika melakukan operasi perang militer ala Libya di Suriah. 

Sumber :
http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=7306&type=1