Jumat, 17 Februari 2012

Catatan Agen PiFive tentang China


Beberapa waktu yang lalu Agen PiFive mengirimkan catatan panjang lebar tentang artikel Membangun Aliansi Strategis Intelijen dengan China yang secara bersambung dimuat di Blog I-I. Sebagai janji kontribusi dari agen PiFive yang mengikuti dinamika Blog I-I, maka berikut ini silahkan dibaca tulisan agen PiFive tersebut. Semoga bermanfaat

Aliansi dengan China?

Tulisan ini hanya akan membahas secara singkat dan langsung ke inti masalah terkait artikel Blog I-I yang kurang berimbang tentang aliansi dengan China, sehingga perlu dipertanyakan.

Sangatlah aneh memperhatikan bagaimana mungkin Blog I-I memuat tulisan yang kurang bermutu tentang aliansi strategis intelijen dengan China. Pertama tulisan itu sangat ceroboh dan dangkal serta kurang tepat sasaran. Mengapa ceroboh? karena terlalu menggiring pada kesimpulan kebangkitan China yang tak terbendung dan berakhirnya peradaban Barat. Tanpa bermaksud membela daya reengineering atau daya reinvention yang berulang-ulang dari peradaban rasional di Barat, perlu kita pahami bahwa pusat perubahan masih akan berada di Barat sampai dengan sekitar 30-50 tahun ke depan dengan asumsi tidak terjadi bencana besar atau perang dunia. Hal ini mengacu pada fakta pusat-pusat akademik atau pemikiran sains maupun tata kelola dunia yang berkembang di Barat jauh meninggalkan kawasan lainnya termasuk di China. Meskipun sejumlah pusat pendidikan tinggi di China telah masuk dalam level dunia, namun jumlahnya masih terbatas dan China masih dibayangi oleh ketimpangan ekonomi yang sangat tinggi.

Mengapa dangkal? Hanya karena intel resmi China sangat agresif mendekati Indonesia apakah hal itu berarti positif dan dalam kerangka itikad baik kepada Indonesia? Dapat dipastikan latar belakangnya kepentingan belaka bukan. Lalu bagaimanapula dengan intel tidak resminya yang berkeliaran bebas di Nusantara mencai peluang ekonomi dan mulai masuk dalam ranah politik yang kurang terdeteksi oleh intelijen Indonesia? Sulit menjawabnya bukan. Dengan bebasnya penggunaan segala atribut Chinese sesuai dengan asas demokrasi dan kebebasan yang sekarang dianut Indonesia, bagaimana penigkatan SDM intel Indonesia dalam deteksi dini menguatnya pengaruh China di Indonesia?

Mengapa kurang tepat sasaran? tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba Blog I-I mengungkapkan pentingnya berhubungan secara strategis dengan China. Dahulu ketika almarhum Abdurrahman Wahid mengungkapkan hubungan strategis dengan China, dapat dipahami sebagai manuver politik luar negeri Indonesia yang didukung oleh kepentingan ekonomi, sehingga secara politis dapat mendorong keseimbangan hubungan luar negeri Indonesia yang terlalu berat ke AS dan negara Barat. Lagi pula almarhum Gus Dur mengungkapkannya secara santai saja dan tidak serepot artikel Blog I-I yang berusaha meyakinkan komunitas intelijen Indonesia.

Catatan sejarah tentang kekuatan Indonesia sebagai bangsa yang besar dan bersatu di kawasan Nusantara cukup baik untuk terus dipelihara. Bahkan sesungguhnya hal ini sangat penting untuk secara terus-menerus menjadi bagian dari pelajaran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk generasi penerus kita.

Catatan hitam tentang hubungan intelijen Indonesia dengan intelijen Barat berupa penghianatan kepada pemerintahan Presiden Sukarno dan Suharto dapat dijelaskan dalam kerangka kepentingan politik dan idealisme ideologi, dimana terjadi benturan kepentingan strategis yang sesungguhnya kurang mencerminkan kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia. Sekarang disaat Indonesia melaksanakan demokrasi, sesungguhnya ujian dalam menterjemahkan kepentingan nasional akan terus diuji oleh masyarakat Indonesia, apa sesungguhnya yang menjadi kepentingan bersama kita ini. Apakah kepentingan kita yang mendesak saat ini menjadi pahlawan dunia? tentunya bukan, karena kepentingan kita yang mendesak adalah menyukseskan pembangunan ekonomi nasional yang semakin mantap untuk kesejahteraan nasional yang merata. Selain pemantapan sistem politik demokrasi yang membangun jati diri kebangsaaan Indonesia yang bersih dari korupsi dan perilaku penyalahgunaan wewenang. Dalam kaitan ini, tentunya kita tidak dapat belajar ke China tentang demokrasi karena sistem Partai Tunggal Partai Komunis China lebih mirip dengan model Golongan Karya di masa lalu. Dengan Pseudo demokrasi dan sistem pembangunan ekonomi campur liberal-sosialis, kita sulit untuk menerapkannya di era demokrasi ini karena akan menimbulkan perdebatan yang tidak berkesudahan.

Memberikan catatan tentang chinese perantauan dan potensinya, seyogyanya dilihat secara lebih arif dan bijaksana, karena motivasi pemain bisnis dari bangsa manapun adalah pada potensi keuntungan yang dapat diperoleh, kemudahan dan fasilitas. Sehingga persaingan/kompetisi investasi, perdagangan, dll tidak selalu dipengaruhi oleh persaudaraan etnisitas. Andaipun iya, tentunya kita harus mampu membangun kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia Raya yang memperlakukan warga negaranya secara adil. Perhatikan bagaimana komunitas Chinese dan India di Malaysia yang sangat mengeluhkan tentang diskriminasi rasis yang sistematis oleh pemerintahan suku Melayu. Kita sebagai bangsa yang demokratis tentunya tidak akan melangkah mundur seperti Malaysia bukan?

Demokrasi di Indonesia tidak untuk mengintimidasi atau mengajari negara lain tentang demokrasi, tetapi secara pasif menjadi contoh yang baik. Demokrasi Indonesia-pun belum waktunya dipamerkan secara gegabah karena ujian demi ujian harus kita hadapi untuk membangun sistem yang terbaik untuk bangsa Indonesia.

Ramalan Nostradamus terbuka dalam berbagai interpretasi dan cenderung dicocok-cocokan dengan jalannya sejarah. Sekali lagi, perlu dipertanyakan rujukan pada ramalan Nostradamus tersebut dalam artikel Blog I-I, sangat tidak ilmiah dan tidak rasional bukan. Cara yang lebih tepat dalam memperkirakan keadaaan di masa mendatang adalah dari catatan sejarah, rencana-rencana, dan trend implementasi/pelaksanaan dari rencana tersebut, seperti misalnya pada saat kita merencanakan untuk membangun sebuah gedung, sangat sederhana bukan. Peradaban Barat yang dikatakan mengalami kerusakan moralitas sebenarnya juga terjadi dimana-mana, sebut saja misalnya di negara kita sendiri, dimana moralitas yang kita banggakan tersebut berada? Perhatikan bagaimana maraknya korupsi, pornografi, tingkat kejahatan, dll. Benarkah kita lebih bermoral daripada orang-orang Barat? Atau Benarkah di China lebih baik daripada di Indonesia atau sebaliknya?

People Republic of China adalah negara besar yang sedang terus menanjak menjadi semakin besar. Dengan karakternya yang sangat hati-hati, China belum akan mengambil posisi dominan seperti AS dalam berbagai isu dunia hingga benar-benar kuat. Intel China termasuk yang terbaik di dunia dengan segala filosofinya yang kuat, sehingga akan sangat prematur menyarankan hubungan strategis tersebut apabila insan intelijen Indonesia masih senang bermalas-malasan serta tidak pernah memikirkan apa yang akan terjadi di masa mendatang.

Akhir kata, tulisan ini hanya sekedar berbagai cara pandang yang sedikit berbeda dengan artikel Blog I-I. Semoga kita dapat semakin meningkatkan kemampuan kita bersama dalam mengawal perjalanan bangsa Indonesia. Selesai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar