Jumat, 17 Februari 2012

PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

Pencegahan dan penanggulangan terorisme telah menunjukkan hal yang signifikan selama kurun waktu tiga tahun terakhir. Hal itu ditandai dengan tidak adanya lagi peristiwa peledakan besar seperti halnya kurun waktu 2002—2005. Namun, aksi terorisme perlu tetap diwaspadai karena sifat dan perilaku gerakannya dapat bermutasi dengan cepat, dari aksi yang terang-terangan menjadi aksi yang bersifat tidak terlihat, nonaktif, dan regeneratif. bahkan berkembang biak untuk menunggu saat yang tepat untuk beraksi. Sulitnya pencegahan dan penanggulangan terorisme disebabkan oleh kombinasi motif perilaku yang sangat kuat secara ideologis, kemampuan teknik serangan asimetris yang jitu mengekspoitasi titik kelemahan sistem keamanan, organisasi yang berlapis-lapis dengan mobilitas yang sangat tinggi, pendanaan yang relatif kecil dibandingkan dengan dampaknya, dan tidak adanya kejelasan waktu dan perkiraan lokasi yang dijadikan target. Keberhasilan tindakan represif dalam meredam gerakan terorisme selama kurun waktu tiga tahun tersebut perlu disyukuri tetapi upaya kewaspadaan, pencegahan, serta pengungkapan jaringan yang tersembunyi tetap perlu dilaksanakan secara intensif.
I. Permasalahan yang Dihadapi 

Di dunia internasional, modus-modus serangan bom oleh aktor nonnegara masih marak akibat kerasnya pertarungan politik dalam kerangka perang global menghadapi terorisme. Secara konstitusi, politik luar negeri Indonesia menganut paham bebas aktif yang berarti tidak memiliki posisi konflik terhadap kelompok mana pun, tetapi imbas kejadian terorisme internasional kadang mencapai wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Pada Juli 2008, Kedutaan Besar RI (KBRI) Afghanistan di Kabul terkena dampak sampingan ledakan bom mobil bunuh diri di Kedubes India. Akibatnya, 5 petugas keamanan KBRI tewas dan 2 diplomat luka-luka dan 60% kaca dan pintu hancur, serta bangunan KBRI di Kabul rusak parah. Selain dari kejadian yang bersifat dampak sampingan tersebut, hasil penyelidikan dan penyidikan tindak terorisme besar yang pernah terjadi di Indonesia mengindikasikan bahwa motif pelaku memiliki keterkaitan langsung dengan konflik di dunia internasional atau  regional.

Masih belum tertangkapnya beberapa tokoh kunci aksi terorisme di Indonesia, seperti Dulmatin, Umar Patek, dan Noordin M. Top hingga semester I 2008 membuktikan bahwa kekuatan berbaur, militansi, mobilitas, dan adaptasi para tokoh terorisme sangat kuat. Sisa jaringan yang melakukan aksi peledakan besar sepanjang 2002—2006 seperti bom Bali pada tahun 2002, bom di JW Marriot pada tahun 2003, bom di depan Kedutaan Besar Australia pada tahun 2004, dan bom Bali II pada tahun 2005 masih berkembang biak di Nusantara, yaitu dengan perekrutan dan penambahan anggota jaringan baru dalam kerangka kaderisasi organisasi. Jaringan tersebut juga diindikasikan masih memiliki sejumlah senjata api, amunisi, dan bahan peledak yang sangat berbahaya.
 
Strategi yang lebih pasif dari jaringan terorisme, dengan sementara tidak melakukan aksi kekerasan, diindikasikan dilaksanakan untuk melakukan konsolidasi sebagai proses pemulihan sebagian jaringan yang telah berhasil dilumpuhkan dan diceraiberaikan. Proses kaderisasi berlanjut dari jaringan terorisme juga bertujuan mentransfer dan mengembangkan ilmu-ilmu kunci dari para tokoh kepada anggota baru. Di samping itu, terdapat indikasi lain bahwa jaringan terorisme yang ada sedang berusaha bergabung dengan kelompok lama yang mengakar dan memiliki “sel-sel tidur” cukup luas di beberapa daerah. Hal tersebut apabila tidak diwaspadai dapat bangkit dan berkembang menjadi besar serta berpotensi menyerang melalui pemanfaatan kelalaian pemerintah dan masyarakat.

Jaringan tersebut secara tertutup dan sistematis juga memanfaatkan situasi tingkat kemiskinan yang masih tinggi, kesenjangan sosial yang semakin melebar, permasalahan demokrasi yang belum tuntas, serta pemahaman yang sempit dan radikal terhadap keyakinan dan ideologi sebagai media tumbuh suburnya sel-sel organisasi terorisme di Indonesia. Ketersediaan teknologi penting, khususnya bahan baku yang dapat dikumpulkan karena celah pengawasan lalu lintasnya, adanya teroris yang memiliki kemampuan ilmuwan, dan kemudahan transportasi global memungkinkan jaringan terorisme lebih mudah menguasai, membuat, menyebarkan, dan memulai serangannya. Kemajuan teknologi juga sangat dimanfaatkan oleh jaringan terorisme untuk menopang jalannya organisasi, merencanakan, dan mengimplementasikan aksinya. Sudah menjadi modus terbuka bagi para anggota jaringan terorisme untuk dapat saling berinteraksi tanpa hambatan melalui jaringan internet dan komunikasi selular yang sangat mudah diperoleh.

Sifat aksi terorisme memiliki karakteristik khusus, yaitu segi perencanaan, persiapan, dan mobilisasi memakan waktu yang tidak tentu dan sulit terdeteksi, tetapi aksinya akan berlangsung secara singkat, sporadis, dan berdampak besar. Dari segi payung hukum, institusi keamanan nasional mengalami masalah karena keberadaan UU No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme belum cukup memayungi operasi pencegahan dalam bentuk operasi intelijen dan tindakan proaktif di awal. Keberadaan unit dan satuan pencegahan serta penanggulangan terorisme yang tersebar di beberapa institusi juga menjadi kendala rantai koordinasi yang belum padu di tingkat lapangan. Dapat dikatakan bahwa institusi keamanan nasional secara kemampuan represif mempunyai keunggulan dibandingkan dengan jaringan terorisme, tetapi sulit untuk menjangkau pembangunan ideologi dan perkembangan dinamik jaringan terorisme sehingga pemberantasan akar-akar terorisme belum sepenuhnya berhasil.

II. Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil yang Dicapai
 
A. Langkah Kebijakan
Arah kebijakan yang ditempuh dalam rangka mencegah dan menanggulangi kejahatan terorisme pada tahun 2005—2008 adalah sebagai berikut:
  1. peningkatan sistem koordinasi dan kapasitas lembaga pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme;
  2. penguatan kesatuan antiteror dalam mencegah, menindak, dan mengevakuasi aksi terorisme;
  3. penegakan hukum dalam penanggulangan terorisme berdasarkan prinsip demokrasi dan HAM;
  4. peningkatan kegiatan dan operasi penggulangan aksi terorisme melalui antisipasi dan penanganan serta penangkapan tokoh utama pelaku terorisme;
  5. peningkatan ketahanan masyarakat dalam penanggulangan aksi terorisme.

B. Hasil yang Dicapai
Dalam mengupayakan pencegahan dan penanggulangan terorisme, Badan Intelijen Negara telah menerapkan strategi supremasi hukum, indiskriminasi, independensi, koordinasi, demokrasi, dan partisipasi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme. Melalui strategi supremasi hukum, upaya penegakan hukum dalam memerangi terorisme dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Strategi indiskriminasi yang mensyaratkan upaya pencegahan dan penanggulangan diberlakukan tanpa pandang bulu, serta tidak mengarah pada penciptaan citra negatif kepada kelompok masyarakat tertentu.

Prinsip indepedensi juga dilaksanakan untuk tujuan menegakkan ketertiban umum dan melindungi masyarakat tanpa terpengaruh tekanan negara asing dan kelompok tertentu. Penanggulangan terorisme dilaksanakan dengan melakukan koordinasi antara instansi terkait dan komunitas intelijen serta partisipasi aktif dari komponen masyarakat. Strategi demokrasi diterapkan dengan memberikan peluang kepada masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya dalam rangka meredam potensi gejolak radikalisme dan terorisme.

Upaya penggalangan melalui pendekatan kepada tokoh masyarakat, tokoh agama moderat, dan yang cenderung radikal terus dilaksanakan, terutama untuk membentuk pola pikir yang lebih moderat dan pemahaman yang benar tentang keyakinan. Hasil operasi intelijen yang telah dicapai dalam perwujudan strategi tersebut adalah pengungkapan jaringan pelaku terorisme lanjutan, pemutusan mata rantai dukungan dana dari dalam dan luar negeri, dan upaya mempersempit ruang gerak jaringan terorisme.
Keberhasilan operasi intelijen dan kontraintelijen tersebut telah berdampak positif dengan tidak adanya aksi peledakan bom terorisme sejak semester II tahun 2006 hingga semester I tahun 2008.

Keberadaan Densus 88 dan Satuan Tugas Khusus telah melakukan tugas pelacakan yang intensif terhadap para tersangka dan pengawasan aktivitas jaringan terorisme. Keberadaaan lembaga pelatihan antiteror Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation (JCLEC) dan Platina dengan bantuan dan kerja sama pemerintah Australia, Amerika, Belanda, dan Jepang telah mendukung upaya peningkatan kapasitas kelembagaan Polri dalam menanggulangi terorisme. Upaya peningkatan kemampuan Polri tersebut telah berperan serta pada serangkaian keberhasilan penangkapan kelompok terorisme.

Pada bulan Juli 2008 telah berhasil ditangkap sepuluh tersangka jaringan terorisme dan ditemukan dua puluh bom serta bahan peledak lainnya yang menggemparkan suasana Palembang yang relatif aman menyambut program Visit Musi 2008 dan kesibukan pilkada gubernur pada bulan September 2008. Para teroris
tersebut telah berhasil menyembunyikan jati dirinya dan dapat berbaur dengan warga yang selama ini terbiasa dengan peristiwa kriminalitas dan tindak kekerasan. Seorang dari tersangka tersebut adalah warga negara Singapura yang memang sudah lama masuk red-notice Pemerintah Singapura dan mengaku memberi pelatihan merakit bom kepada sembilan tersangka anggota terorisme yang merupakan warga Palembang. Warga negara Singapura tersebut merupakan salah satu anak buah dari gembong terorisme Dr. Azahari yang tewas tahun 2005 yang lalu.

Barang bukti yang berhasil disita meliputi dua puluh buah bom pipa elektrik, satu buah Tupperware bom, satu buah senjata api jenis revolver, lima puluh butir peluru kaliber 38 mm dan delapan belas unit Central Processing Unit (CPU). Pada tanggal 2 Juli 2008, di lokasi yang sama berhasil disita bahan peledak 9.1 kg, 6 dan 2 buah kotak makanan dari plastik masing-masing berisi detonator elektronik buatan yang siap pakai, catatan berisi petunjuk pembuatan rangkaian peledak elektronik, 1 bungkus plastik alumunium powder, 11 plastik potassium nitrat, 1 bungkus plastik campuran carbon dan potassium nitrat, 1 bungkus urea, 1 buah pistol rakitan, 11 peluru rakitan, 2 buah platisin dan berbagai jenis gulungan kabel. Rangkaian bom dan bahan peledak yang berhasil disita Polri di Palembang tersebut memiliki daya ledak amat besar, bahkan dapat melebihi kemampuan ledak Bom Bali II tahun 2005. Berdasarkan fakta yang ada, kelompok teroris Palembang tersebut memiliki hubungan erat dengan jaringan terorisme di Semarang dan Wonosobo, Jawa tengah pimpinan Noordin M. Top yang hingga kini masih menjadi buronan Polri.

Keberhasilan penangkapan pelaku terorisme di Palembang merupakan kelanjutan keberhasilan Polri dalam melakukan penangkapan Abu Dujana dan Zarkasi pada Juni 2007 di Desa Kebarongan, Banyumas dan tersangka aksi teror Sarwo Edi beserta kelompoknya (delapan orang) di Yogyakarta dan Jawa Tengah pada
Maret 2007. Pada pertengahan 2006 Polri telah mampu menangkap lingkaran dalam Noordin M. Top yaitu kelompok Abdul Hadi di Wonosobo serta pada bulan November 2005 telah berhasil menewaskan tokoh kunci terorisme dalam pembuatan bom Dr.Azahari Husin di daerah Batu, Malang. Terkait kasus terorisme
di Poso dan Palu, Polri telah berhasil menangkap kelompok Basri pada tanggal 11 Januari 2007.

Pada penangkapan tersebut turut disita sejumlah senjata api laras panjang dan pendek, ribuan amunisi, ratusan bahan peledak potasium klorat, dan TNT, serta ratusan detonator. Upaya penyidikan dan penyelidikan pelaku terorisme sepanjang periode 2005—2008 yang dilaksanakan Polri telah berhasil dilakukan proses hukum dan hasilnya 420 tersangka telah ditangkap, 260 tersangka diantaranya, telah diadili dan divonis oleh pengadilan, 5 orang hukuman mati, 4 orang hukuman seumur hidup, 14 orang dalam proses pengadilan dan, 13 orang masih dalam proses penyidikan. Upaya-upaya Polri tersebut telah mereduksi aktivitas terorisme pada tingkat ketentraman masyakat dan memulihkan nama Indonesia di dunia internasional dalam keseriusannya memberantas terorisme.

Dalam rangka membendung keahlian jaringan terorisme dalam memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan mengurangi kerawanan jaringan komunikasi pemerintahan terhadap upaya penyadapan, Lembaga Sandi Negara melaksanakan penyelenggaraan persandian dalam rangka antiterorisme melalui gelar Jaring Komunikasi Sandi (JKS) meliputi JKS Very Very Important Person (VVIP), JKS Intern Instansi Pemerintah, JKS Antarinstansi Pemerintah, dan JKS Khusus. JKS tersebut berfungsi mengolah informasi berita rahasia untuk pihak yang berhak menerima kandungan informasinya. Saat ini, penggelaran JKS nasional pada tahun 2005—2008 baru tergelar sebanyak 36% pada instansi pemerintah dan terus dimonitor, dibina, dan ditingkatkan kemampuannya sehingga kemungkinan terjadinya penyadapan menjadi minimal. Sampai dengan awal tahun 2008, gelar JKS terbatas tersebut telah terbukti mampu mengamankan komunikasi berita yang berklasifikasi rahasia di instansi pemerintahan, dengan indikasi tidak adanya laporan dan temuan terjadinya kebocoran dalam pengiriman dan penerimaan berita yang berklasifikasi rahasia.

Melengkapi upaya perlindungan pasif, Lembaga Sandi Negara mulai tahun 2008 meningkatkan skala operasi analisis sinyal komunikasi dalam rangka pengumpulan informasi keamanan nasional. Untuk keperluan tersebut telah direvitalisasi Direktorat Analisa Sinyal dengan tugas pokok melakukan kegiatan kriptonalisis sinyal komunikasi melalui sumber daya manusia yang kompeten dan perangkat keras dan lunak teknologi tinggi. Kegiatan sterilisasi dan pemblokiran frekuensi komunikasi tertentu terus dilakukan untuk meminimalkan upaya penyadapan dan mengamankan jalannya koordinasi institusi keamanan nasional. Terhadap penggunaan jaringan komunikasi biasa, Lembaga Sandi Negara melakukan asistensi pengamanan transmisi untuk mengamankan informasi yang dialirkan melalui sarana transmisi Public Switched Telephone
Network (PSTN), Integrated Services Digital Network (ISDN), internet, ataupun gelombang radio.

Keterlibatan TNI dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku hanya pada kondisi atau situasi tertentu, serta atas keputusan pimpinan negara. Namun, keberadaan dan kesiapan pasukan antiteror serta satuan intelijen strategis TNI telah memperlihatkan keahlian dan pengalaman dalam penanggulangan terorisme. Kemampuan pencegahan dan penanggulangan terorisme yang mumpuni dari satuan khusus antiteror TNI, seperti Den-Gultor Kopassus, Den-Jaka Korps-Marinir, dan Den-Bravo Kopaskhas serta kemampuan intelijen strategis TNI telah memberi andil dalam menciptakan efek penggentar pada jaringan terorisme dan memberikan bantuan teknis
kepada institusi keamanan nasional lainnya. Satuan khusus tersebut secara aktif berlatih bersama satuan anti-teror pilihan internasional dalam rangka pengembangan kemampuan dan pertukaran pengalaman. Tradisi satuan antiteror yang telah tercipta selama puluhan tahun, serangkaian pengalaman, serta kemampuan sumber daya manusia yang disegani di kawasan regional dan internasional perlu terus dipelihara dan ditingkatkan kemampuannya.

II. Langkah Tindak Lanjut yang Diperlukan
 
Berdasarkan evaluasi dari kinerja pencegahan dan pembangunan terorisme pada periode 2007—2008, langkah-langkah tindak lanjut yang mendesak diperlukan adalah:
  • melanjutkan kegiatan penanggulangan dan pencegahan terorisme, terutama secara preventif dengan didukung upaya pemantapan kerangka hukum sebagai dasar tindakan proaktif dalam menangani aktivitas pengungkapan jaringan terorisme;
  • meningkatkan kerja sama intelijen, baik antarinstansi yang memiliki unit intelijen di dalam negeri maupun bekerja sama dengan jaringan intelijen internasional melalui tukar-menukarinformasi dan bantuan lainnya;
  • terus mempersempit ruang gerak pelaku kegiatan terorisme, terutama melalui peningkatan upaya penertiban dan pengawasan terhadap lalu lintas orang dan barang di bandara, pelabuhan laut, wilayah perbatasan, termasuk pula lalu lintas aliran dana domestik dan antarnegara;
  • meningkatkan upaya penertiban dan pengawasan terhadap tata niaga dan penggunaan bahan peledak, bahan kimia, senjata api, dan amunisi di lingkungan TNI, Polri, instansi pemerintah lainnya, dan masyarakat.
  • melanjutkan upaya pengkajian mendalam bekerja sama dengan akademisi, tokoh masyarakat, dan tokoh agama dalam rangka mengidentifikasi permasalahan yang berkembang di kalangan masyarakat dan menjadikannya target infiltrasi jaringan terorisme;
  • melanjutkan upaya aktif menyelenggarakan gelar budaya, ceramah mengenai wawasan kebangsaan, dan penyebaran buku-buku terorisme dalam rangka mengubah persepsi negatif masyarakat terhadap langkah-langkah penggalangan memerangi terorisme;
  • meningkatkan upaya pengidentifikasian secara akurat akar permasalahan aksi terorisme di indonesia dengan melibatkan kalangan akademisi untuk meneliti dengan metode ilmiah dan mencarikan alternatif solusi permasalahan terorisme yang kompleks;
  • melanjutkan upaya pemberdayaan seluruh potensi masyarakat untuk mempersempit ruang gerak jaringan terorisme dalam berkonsolidasi dan berfungsi sebagai sistem peringatan dini sosial terhadap potensi terorisme;
  • melanjutkan upaya pengamanan tempat keramaian umum, sarana ibadah, dan objek lainnya yang diperkirakan rawan terhadap aksi terorisme dengan melibatkan anggota masyarakat;
  • melanjutkan upaya pembangunan bertahap pusat analisis sinyal komunikasi sebagai prasyarat intelijen komunikasi yang salah satu fungsinya membantu upaya peringatan dini perkembangan jaringan dan rencana aksi jaringan terorisme;
  • meningkatkan gelar peralatan sandi sebagai sistem proteksi komunikasi terhadap ancaman keamanan nasional termasuk terorisme, terutama pada jaringan mobile sandi VVIP, jaring komunikasi sandi di sepuluh instansi serta dua puluh lima kantor perwakilan luar negeri;
  • meningkatkan kerja sama penanggulangan terorisme dengan unsur TNI, khususnya untuk tugas bantuan taktis penindakan sehingga kapasitas kemampuan yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal dalam kerangak prinsip penegakan hukum yang profesional;
  • melanjutkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kemampuan satuan antiteror yang telah ada yaitu Detasemen Khusus 88 antiteror Markas Besar Polri, Detasemen 88 Antiteror yang terdapat di kepolisian daerah, Detasemen 81 Kopassus, Denjaka Korps-Marinir, dan Den Bravo Kopaskhas untuk meningkatkan kesiapan penindakan cepat setiap peristiwa.

Kebutuhan peningkatan kinerja pemerintah dalam bidang pencegahan dan penanggulangan terorisme tersebut akan difokuskan pada pelakanaan tiga program pokok, yaitu program pengembangan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan keamanan negara, program pengembangan pengamanan rahasia negara, serta program pemantapan keamanan dalam negeri.

Program pengembangan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan keamanan negara dilaksanakan oleh Badan Intelijen Negara dengan kegiatan pokoknya, yaitu :

  1. operasi intelijen dan operasi intelijen strategis di dalam dan luar negeri; 
  2. peningkatan kualitas dan kuantitas pelaksanaan operasi kontraintelijen; 
  3. peningkatan operasi intelijen strategis penanggulangan kejahatan transnasional dan uang palsu/kertas berharga; 
  4. peningkatan kegiatan dan operasi penanggulangan keamanan dan ketertiban; 
  5. peningkatan pencarian, penangkapan, dan pemrosesan tokoh-tokoh kunci operasional terorisme; 
  6. operasi dan koordinasi dalam hal deteksi dini untuk meningkatkan keamanan dan ketertiban, menanggulangi kriminalitas, mencegah dan menanggulangi terorisme; 
  7. peningkatan kerja sama bilateral dalam rangka pengungkapan jaringan terorisme internasional; dan kerja sama kawasan dan regional dalam penanggulangan dan pencegahan aksi terorisme; 
  8. pengkajian analisis intelijen perkembangan lingkungan strategis, pengolahan dan penyusunan produk intelijen; 
  9. peningkatan sarana dan prasarana intelijen pusat dan daerah; 
  10. pengadaan peralatan intelijen; 
  11. pengembangan sistem informasi intelijen (SII), pengadaan intelligence device, peralatan komunikasi, kendaraan operasional, dan pembangunan jaringan komunikasi pusat dan daerah guna menunjang kelancaran arus informasi intelijen secara cepat, tepat, dan aman.

Program pengembangan pengamanan rahasia negara dalam rangka pencegahan dan penanggulangan terorisme akan dilaksanakan oleh Lembaga Sandi Negara dengan kegiatan pokoknya, yaitu :

  1. peningkatan kualitas dan kuantitas pelaksanaan pendidikan ahli sandi untuk mendukung operasi kontraterorisme; 
  2. pembangunan tahap I jaringan analisis sinyal komunikasi; 
  3. penyelenggaraan kontrapenyadapan di kantor Kedutaan Besar RI.

Program penanggulangan terorisme yang diselenggarakan secara multilembaga adalah program pemantapan keamanan dalam negeri melalui kegiatan pokoknya, yaitu :

  1. peningkatan kelembagaan badan koordinasi penanggulangan terorisme; 
  2. komunikasi dan dialog serta pemberdayaan kelompok masyarakat;
    peningkatan kemampuan komponen kekuatan pertahanan dan keamanan bangsa dalam menangani tindak terorisme; 
  3. restrukturisasi operasional institusi keamanan dalam penanganan terorisme termasuk pengembangan standar operasional dan prosedur pelaksanaan latihan bersama; 
  4. peningkatan pengamanan terbuka terhadap simbol-simbol negara untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya aksi teror dan memberikan rasa aman bagi kehidupan bernegara dan berbangsa; 
  5. peningkatan pengamanan tertutup terhadap area publik untuk mengoptimalkan kemampuan deteksi dini dan pencegahan langsung di lapangan; 
  6. sosialisasi kepada masyarakat untuk meminimalkan efek terorisme; 
  7. komunikasi dan dialog serta pemberdayaan kelompok masyarakat secara intensif dalam rangka menjembatani aspirasi, mencegah berkembangnya potensi terorisme, serta secara tidak langsung melakukan delegitimasi motif teror; 
  8. peningkatan kerja sama regional di antara negara-negara ASEAN dalam upaya menangkal dan menanggulangi aksi terorisme; 
  9. penanganan terorisme secara multilateral di bawah PBB, termasuk peredaran senjata konvensional dan senjata pemusnah massal; 
  10. penangkapan dan pemrosesan secara hukum tokoh-tokoh kunci operasional terorisme; 
  11. pengawasan lalu lintas uang dan pemblokiran aset kelompok teroris;
  12. peningkatan pengawasan keimigrasian serta upaya interdiksi darat, laut, dan udara; 
  13. peningkatan pengawasan produksi dan peredaran serta pelucutan senjata dan bahan peledak sebagai bagian perlucutan senjata global.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar