Sejumlah
warga negara yang mengaku sebagai korban operasi intelijen dan lembaga
swadaya masyarakat (LSM menguji materi 16 pasal dalam Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.
Salah
satu kuasa hukum pemohon, Wahyudi Djafar, saat membacakan permohonannya
dalam sidang di MK Jakarta, Jumat (27/1), mengatakan pemohon menilai
ada 16 pasal yang mengancam hal-hak sipil, perlindungan HAM, dan
kebebasan pers.
Pengajuan
uji materi itu dipaparkan 18 pemohon diantaranya dari beberap lembaga,
yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Elsam, Imparsial, Setara
Institute, dan YLBHI.
Adapun
pasal yang diuji adalah Pasal 1 ayat (4), Pasal 1 ayat (6), Pasal 1
ayat (8), Pasal 4, Pasal 6 ayat (3) sepanjang frasa ‘dan/atau pihak
lawan yang merugikan kepentingan dan keamanan nasional’, Pasal 22 ayat
(1) sepanjang frasa ‘penyelenggara intelijen negara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal (9) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e’, Pasal 25 ayat
(2), Pasal 25 ayat (4), Pasal 26 jo Pasal 44 jo Pasal 45, Pasal 29 huruf
d jo Penjelasan Pasal 29 huruf d, Pasal 31 jo Pasal 34 jo Penjelasan
Pasal 34 ayat (1), Penjelasan Pasal 32 ayat (1) sepanjang frasa ‘yang
dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah Undang-Undang ini’,
dan Pasal 36.
“Sejumlah pasal, ayat dan frasa dalam UU Intelijen Negara tersebut bertentangan dengan sejumlah Pasal UUD 1945,” tukas Wahyudi.
Dia
menambahkan, UU itu tidak secara tegas mendefinisikan arti keamanan
nasional. Akibatnya, UU itu membuka ruang terjadi penyalahgunaan
kekuasaan dan subjektivitas tafsir atas keamanan nasional.
Hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menyarankan pemohon untuk memperbaiki permohonan, “Sebaiknya diadakan regrouping atas dasr batu uji atau dasar petitumnya,” terangnya.
Hakim
konstitusi Akil Mochtar mempertanyakan legal standing beberapa pemohon
perorangan. “Pemohon sebaiknya dikonstruksikan kembali, ada atau tidak
kerugian konstitusional.” (*/P-1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar