Pengamat Intelijen Wawan H Purwanto mensinyalir ada pihak-pihak tertentu
yang diduga sengaja bermain dibalik sejumlah peristiwa bentrok antara
warga dengan aparat keamanan, serta kisruh politik yang terjadi
belakangan ini yang bertujuan menjatuhkan pemerintah.
"Berbagai kasus di Tanah Air memang tidak berjalan dengan sendirinya, Ini tentu ada yang mensetting. Karena itu settingan ini harus diwaspadai karena ada agenda yang ingin menggoyang pemerintah di pertengahan 2012 atau set of destroyer," kata Wawan H Purwanto di sela Mukernas Ikatan Alumni SMAN 1 Ungaran Kabupaten Semarang, di TMII, Jakarta, Minggu (12/2).
Berkaitan hal tersebut, Wawan mengimbau aparat keamanan harus lebih cepat untuk bisa mengungkap ada apa di balik semua peristiwa tersebut. Namun sayangnya, Wawan enggan mengatakan pihak yang diduga yang bermain dalam upaya penghancuran terhadap pemerintah yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.
"Siapa yang bermain tentu ada dan saya tidak perlu menyebutkan siapa-siapanya karena ini sudah masuk ranah politik dan dalam politik biasa terjadi yang namanya upaya menimbulkan gejolak," tandasnya.
Wawan berharap kepada semua untuk bersikap fair dan tidak melakukan pemaksaan kepentingan kelompok dengan cara melakukan upaya penggoyangan terhadap pemerintah.
“Upaya penggoyangan ini tidak sesuai dengan makna demokrasi. Malah akan mencederai demokrasi itu sendiri.Dan saya kira masyarakat sudah capek dan lelah. Kita ingin semua itu sampai 2014,” ujarnya.
Terkait dengan insiden sosial di Tanah Air saat ini, Wawan menilai, tidak bisa disebut sebagai kelemahan intelijen. Menurutnya, intelijen di Indonesia hanya berfungsi sebagai support of information, bukan sebagai lembaga eksekutor.
Ditegaskannya, kerusuhan dan penembakan di Tanah Air berbasis pada berbagai kepentingan. Seluruh pihak yang berkepentingan itu melakukan manuver, yang pada akhirnya berubah menjadi isu nasional. Kepentingan politik dan hak milik menjadi penyebab paling utama berbagai insiden tersebut.
“Misalnya di Aceh ada kepentingan pilkada. Selain itu, belum dikembalikannya semua senjata setelah perjanjian Helsinki membuat sipil bisa bertindak seenaknya. Di Kotawaringin dan di Papua juga sama. Sementara di Mesuji dan Bima ada kepentingan soal hak kepemilikan,” jelasnya.
Ditambahkan, apa yang terjadi di balik berbagai insiden ini, menurut Wawan, disebabkan risiko berdemokrasi yang tidak dibarengi dengan kebebasan mutlak dan kesetaraan warga,serta adanya benturan aturan.“Ini semua tidak terjadi mendadak, tapi sudah diset sedemikian rupa,” katanya.
Menurutnya, pihak-pihak yang berkepentingan itu selalu memanfaatkan momen di setiap bulannya. Misalnya Mei ada isu buruh, lalu Desember ada momen HUT Bintang Kejora, hari HAM, Natal, serta Tahun Baru.
“Hal ini menjadi potret tidak adanya integritas kerja antarlembaga di Indonesia. Sebaliknya ada kesan setiap lembaga bekerja sendiri sendiri tanpa kerja sama,” tandasnya.
Karena itu, menurut dia, saat intelijen memberikan informasi terkait dengan rencana adanya pergerakkan massa, semua lini tidak bergerak bersamaan, namun bergerak sendiri-sendiri tanpa koordinasi. Padahal seharusnya semua lembaga bekerja bersama dengan satu tujuan.
“Misalnya di Mesuji, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Polri, pemda setempat harus bergerak. Lalu di Aceh, pemda, Polri dan semua lembaga yang lain harus bekerjasama,” ujar dia.
Dan hal terpenting, tambah Wawan, perlu adanya keseriusan dan kemauan dalam mengungkap semua persoalan hingga ke akar masalahnya. “Yang salah ditindak, jangan pandang bulu. Jika penegak hukum yang salah, tindak juga, agar semua menjadi tuntas,” tegasnya.
"Berbagai kasus di Tanah Air memang tidak berjalan dengan sendirinya, Ini tentu ada yang mensetting. Karena itu settingan ini harus diwaspadai karena ada agenda yang ingin menggoyang pemerintah di pertengahan 2012 atau set of destroyer," kata Wawan H Purwanto di sela Mukernas Ikatan Alumni SMAN 1 Ungaran Kabupaten Semarang, di TMII, Jakarta, Minggu (12/2).
Berkaitan hal tersebut, Wawan mengimbau aparat keamanan harus lebih cepat untuk bisa mengungkap ada apa di balik semua peristiwa tersebut. Namun sayangnya, Wawan enggan mengatakan pihak yang diduga yang bermain dalam upaya penghancuran terhadap pemerintah yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.
"Siapa yang bermain tentu ada dan saya tidak perlu menyebutkan siapa-siapanya karena ini sudah masuk ranah politik dan dalam politik biasa terjadi yang namanya upaya menimbulkan gejolak," tandasnya.
Wawan berharap kepada semua untuk bersikap fair dan tidak melakukan pemaksaan kepentingan kelompok dengan cara melakukan upaya penggoyangan terhadap pemerintah.
“Upaya penggoyangan ini tidak sesuai dengan makna demokrasi. Malah akan mencederai demokrasi itu sendiri.Dan saya kira masyarakat sudah capek dan lelah. Kita ingin semua itu sampai 2014,” ujarnya.
Terkait dengan insiden sosial di Tanah Air saat ini, Wawan menilai, tidak bisa disebut sebagai kelemahan intelijen. Menurutnya, intelijen di Indonesia hanya berfungsi sebagai support of information, bukan sebagai lembaga eksekutor.
Ditegaskannya, kerusuhan dan penembakan di Tanah Air berbasis pada berbagai kepentingan. Seluruh pihak yang berkepentingan itu melakukan manuver, yang pada akhirnya berubah menjadi isu nasional. Kepentingan politik dan hak milik menjadi penyebab paling utama berbagai insiden tersebut.
“Misalnya di Aceh ada kepentingan pilkada. Selain itu, belum dikembalikannya semua senjata setelah perjanjian Helsinki membuat sipil bisa bertindak seenaknya. Di Kotawaringin dan di Papua juga sama. Sementara di Mesuji dan Bima ada kepentingan soal hak kepemilikan,” jelasnya.
Ditambahkan, apa yang terjadi di balik berbagai insiden ini, menurut Wawan, disebabkan risiko berdemokrasi yang tidak dibarengi dengan kebebasan mutlak dan kesetaraan warga,serta adanya benturan aturan.“Ini semua tidak terjadi mendadak, tapi sudah diset sedemikian rupa,” katanya.
Menurutnya, pihak-pihak yang berkepentingan itu selalu memanfaatkan momen di setiap bulannya. Misalnya Mei ada isu buruh, lalu Desember ada momen HUT Bintang Kejora, hari HAM, Natal, serta Tahun Baru.
“Hal ini menjadi potret tidak adanya integritas kerja antarlembaga di Indonesia. Sebaliknya ada kesan setiap lembaga bekerja sendiri sendiri tanpa kerja sama,” tandasnya.
Karena itu, menurut dia, saat intelijen memberikan informasi terkait dengan rencana adanya pergerakkan massa, semua lini tidak bergerak bersamaan, namun bergerak sendiri-sendiri tanpa koordinasi. Padahal seharusnya semua lembaga bekerja bersama dengan satu tujuan.
“Misalnya di Mesuji, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Polri, pemda setempat harus bergerak. Lalu di Aceh, pemda, Polri dan semua lembaga yang lain harus bekerjasama,” ujar dia.
Dan hal terpenting, tambah Wawan, perlu adanya keseriusan dan kemauan dalam mengungkap semua persoalan hingga ke akar masalahnya. “Yang salah ditindak, jangan pandang bulu. Jika penegak hukum yang salah, tindak juga, agar semua menjadi tuntas,” tegasnya.
Sumber :
http://www.pelitaonline.com/read-cetak/16277/pengamat-intelijen-ada-upaya-jatuhkan-pemerintah-di-2012/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar