DASAR-DASAR INTELIJEN (BAGIAN 2-SELESAI)
Oleh : Letjend (Purn) Z.A. Maulani
(Mantan Kepala BAKIN)
Tugas Intelijen adalah Pengabdian
Mutlak Tanpa Pamrih
Kemampuan dan kualitas kinerja intelijen ditentukan oleh
kehandalan dan kualitas dari sistem pendidikan dan pelatihan yang merupakan
wujud upaya untuk menjadikan seseorang cakap dan matang melalui pembekalan
kemampuan profesional dan pemberian pengalaman secara sistematik.
Pertanyaan :
Untuk menjadikan BIN sebuah lembaga intelijen yang
profesional dengan kinerja yang profesional, bagaimana sistem rekrutmen
calon-calon petugas intelijen kita?
Sisi kedua adalah efisiensi sistem pembinaan karier yang memungkinkan
seseorang menjadi matang melalui pemberian pengalaman yang sistematik. Para
master-spy dunia yang ada pada awalnya terbentuk dari para cantrik
(apprentice). Melalui kedua sistem tersebut yang dibina secara serasi, bertahap
dan berlanjut, para cantrik intelijen yang semula masih hijau dibangun
keterampilan, kepercayaan diri, kemampuan, dan kepemimpinannya, dengan rajutan
antara pelatihan kejuruan dan keahlian berbagai lika-liku seni intelijen
dengan penugasan, dari tugas magang, tugas lapangan (field operative),
lalu agen handler, kemudian middle analyst,
sampai kepada senior analyst. Hasil dari itu semua akan melahirkan master-spy.
Pertanyaan :
1.
Bagaimana sitem pendidikan dan pelatihan professional baik yang berupa
‘in-house’ maupun ‘out-house training’ ?
2.
Bagaimana pola ‘tour of area’ dan tour of duty’ (mutasi dan promosi) para
pejabat BIN ?
Akibat iklim politik yang serba tidak menentu, bidang pembinaan karier
kepegawaiaan yang belum mengacu kepada prestasi, yang juga berlaku pada aparat
intelejen, telah mengendala kaidah itu. Para petugas dan pejabat intelejen,
terutama yang berasal dengan latar belakang non militer berdasarkan ketentuan
pemerintah harus mengikuti ‘pendidikan karier’ berjenjang regular pegawai
negeri, seperti SPAMA, SPAMEN, dan SPATI, untuk mengapatkan kenaikan jabatan
yang mengandung juga kenaikan tanggung jawab, sementara sebagaimana dinaklumi,
sistem pendidikan karier pegawai negeri tersebut tak ada sangkut pautnya sama
sekali dengan peningklatan keterampilan profesionalisme intelijen yang
seharusnya mereka peroleh dalam sistem pendidikan karir mereka. Sebaliknya,
in-house training yang dilakukan oleh lembaga intelijen selama ini di bidang
tradecrafts mereka ternyata tidak memiliki efek karier, belum mendapatkan
pengakuan dari badan administrasi pembinaan kepegawaian negara, BAKN, kecuali
sekedar sebagai credit points semata.
Sosok Intelijen
Bagian terpenting dari rangkaian pembinaan sumber-daya manusia untuk
menjadikan seseorang sisik intelijen dalam rajutan pembinaan pendidikan dan
pembinaan karier atas tadi bermula pada tahapan awal, yaitu recruitment.
Kekeliruan pada tahapan awal ini akan berdampak panjang. Pencarian bibit
(talent-scouting) menjadi pengalaman penting dari usaha recruitment. Dari
sederet panjang tuntutan yang mutlak ada pada tiap calon rekrut ialah integritas
pribadi, loyalitas dan kemampuan profesional (professional competence).
Integritas pribadi merefleksikan sosok seorang yang jujur, dapat
dihandalkan, satu kata dengan perbuatan, memikiki keberanian moral, adil dan
bijaksana. Kesemuanya mutlak diperlukan, mengingat pekerjaan intelijen akan
lebih banyak dilaksanakan dengan mengandalkan pribadi demi pribadi.
Pengetahuan, analisis, dan laporan dari seorang sosok intelijen
akan sangat tergantung pada judgement dari pribadi yang bersangkutan. Dengan kata
lain, keberanian mengambil keputusan pada saat-saat kritis yang terkait erat
dengan integritas pribadi seseorang.
Loyalitas menjadi tuntutan mutlak yang kedua. Loyalitas, atau kesetiaan,
mengandung keteguhan a
Satuan
Intelijen Keamanan
|
Kasat Intelkam
: KOMPOL PAIDI
Wakil
: AKP. SUGIARTO
Tugas Pokok dan fungsi
I. Tugas
Pokok
Dalam melaksanakan tugasnya Sat Intelkam memiliki unit kerja sebagai
berikut :
II. Fungsi
Pengamanan dan penggalangan untuk
keperluan pelaksanaan tugas dan fungsi kepolisian, terutama penegakan hukum,
pembinaan kamtibmas, serta keperluan tugas bantuan pertahanan dan kekuatan
sosial.
|
1. Sejarah
Badan Intelijen Negara
cikal-bakalnya ada di masa pendudukan Jepang, tahun 1943.
Pada masa itu Jepang mendirikan
versi lokal lembaga intelijen yang terkenal dengan sebutan Sekolah Intelijen
Militer Nakano. Mantan tentara Pembela Tanah Air (Peta), Zulkifli Lubis
merupakan lulusan sekaligus Komandan Intelijen pertama kaum republikan.
Paska kemerdekaan, Agustus 1945
Pemerintah Indonesia mendirikan badan intelijen republik yang pertama, yang
dinamakan Badan Istemewa. Kolonel Zulkifli Lubis kembali memimpin lembaga itu
bersama sekitar 40 mantan tentara Peta yang menjadi penyelidik militer khusus.
Setelah memasuki masa pelatihan
khusus intelijen di daerah Ambarawa, awal Mei 1946 sekitar 30 pemuda lulusannya
menjadi anggota Badan Rahasia Negara Indonesia (Brani). Lembaga ini menjadi
payung gerakan intelijen dengan beberapa unit ad hoc, bahkan operasi luar
negeri.
Juli 1946, Menteri Pertahanan
(Menhan) Amir Sjarifuddin membentuk Badan Pertahanan B yang dikepalai seorang
mantan komisioner polisi. Alhasil 30 April 1947 seluruh badan intelijen
digabung di bawah Menhan, termasuk Brani menjadi Bagian V dari Badan Pertahanan
B.
Di awal tahun 1952, Kepala Staf
Angkatan Perang, T.B. Simatupang menurunkan lembaga intelijen menjadi Badan
Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP). Tahun itu Wakil Presiden Mohammad Hatta
dan Menhan Sri Sultan Hamengku Buwono IX menerima tawaran Central Intelligence
Agency Amerika Serikat (CIA) untuk melatih calon-calon intel profesional
Indonesia di Pulau Saipan, Filipina.
Akibat persaingan di tubuh
militer, sepanjang tahun 1952-1958, seluruh angkatan dan Kepolisian memiliki
badan intelijen sendiri-sendiri tanpa koordinasi nasional. Maka 5 Desember 1958
Presiden Soekarno membentuk Badan Koordinasi Intelijen (BKI) dengan Kolonel
Laut Pirngadi sebagai kepala.
Selanjutnya, 10 November 1959, BKI
menjadi Badan Pusat Intelijen (BPI) yang bermarkas di Jalan Madiun, yang
dikepalai oleh DR Soebandrio. Di era tahun 1960-an hingga akhir masa Orde Lama,
pengaruh Soebandrio pada BPI sangat kuat diikuti perang ideologi Komunis dan
non-Komunis di tubuh militer, termasuk intelijen.
Intel Orde Baru Setelah
gonjang-ganjing tahun 1965, Soeharto mengepalai Komando Operasi Pemulihan
Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Berikutnya di seluruh daerah (Komando
Daerah Militer/Kodam) dibentuk Satuan Tugas Intelijen (STI).
Kemudian 22 Agustus 1966 Soeharto
mendirikan Komando Intelijen Negara (KIN) dengan Brigjen. Yoga Sugomo sebagai
kepala yang langsung bertanggung jawab kepadanya.
Sebagai lembaga intelijen
strategis, maka BPI dilebur ke dalam KIN yang juga memiliki Operasi Khusus
(Opsus) di bawah Letkol. Ali Moertopo dengan asisten Leonardus Benyamin (Benny)
Moerdani dan Aloysius Sugiyanto.
Kurang dari setahun, 22 Mei 1967
Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk mendesain KIN menjadi
Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin). Mayjen. Soedirgo merupakan Kepala
Bakin pertama.
Pada masa Mayjen. Sutopo Juwono,
Bakin memiliki Deputi II di bawah Kolonel Nicklany Soedardjo, perwira Polisi
Militer (POM) lulusan Fort Gordon, AS.
Sebenarnya di awal 1965 Nicklany
menciptakan unit intel PM, yaitu Detasemen Pelaksana Intelijen (Den Pintel)
POM. Secara resmi, Den Pintel POM menjadi Satuan Khusus Intelijen (Satsus
Intel), lalu tahun 1976 menjadi Satuan Pelaksana (Satlak) Bakin dan di era
1980-an kelak menjadi Unit Pelaksana (UP) 01.
Mulai tahun 1970 terjadi
reorganisasi Bakin dengan tambahan Deputi III pos Opsus di bawah Brigjen. Ali
Moertopo. Sebagai inner circle Soeharto, Opsus dipandang paling prestisius di
Bakin, mulai dari urusan domestik Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Irian
Barat dan kelahiran mesin politik Golongan Karya (Golkar) sampai masalah
Indocina.
Tahun 1983, sebagai Wakil Kepala
BAKIN, L.B. Moerdani memperluas kegiatan intelijen menjadi Badan Intelijen
Strategis (Bais). Selanjutnya Bakin tinggal menjadi sebuah direktorat
kontra-subversi dari Orde Baru.
Setelah mencopot L.B. Moerdani
sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam), tahun 1993 Soeharto
mengurangi mandat Bais dan mengganti nama menjadi Badan Intelijen ABRI (BIA).
Tahun 2000 Presiden Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) mengubah Bakin menjadi Badan Intelijen Negara (BIN) sampai
sekarang.
Sejak 1945 s/d sekarang,
organisasi intelijen negara telah berganti nama sebanyak 6 (enam) kali :
BRANI (Badan Rahasia Negara Indonesia). BKI (Badan Koordinasi
Intelijen). BPI (Badan Pusat Indonesia). KIN (Komando Intelijen Negara). BAKIN
(Badan Koordinasi Intelijen Negara). BIN (Badan Intelijen Negara).
2. Susunan organisasi
Susunan organisasi BIN telah
diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2010, menggantikan
Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2005. Berdasarkan perpres tersebut, susunan
organisasi BIN terdiri dari:
- Kepala
- Wakil Kepala
- Sekretariat Utama
- Deputi Bidang Luar Negeri
- Deputi Bidang Dalam Negeri
- Deputi Bidang Kontra Intelijen
- Deputi Bidang Ekonomi
- Deputi Bidang Teknologi
- Deputi Bidang Pengolahan dan Produksi
- Inspektorat Utama
- Staf Ahli Bidang Ideologi
- Staf Ahli Bidang Politik
- Staf Ahli Bidang Hukum
- Staf Ahli Bidang Sosial Budaya
- Staf Ahli Bidang Pertahanan dan Keamanan
- Pusat
- Unit Intelijen Wilayah
3. Tugas pejabat BIN
3. 1. Kepala
Kepala BIN mempunyai tugas
memimpin BIN dalam melaksanakan tugas dan fungsi BIN. Kepala BIN diberikan hak
keuangan, administrasi dan fasilitas lainnya setingkat dengan Menteri.
Daftar Kepala BIN adalah sebagai
berikut:
Nama
|
Awal masa jabatan
|
Akhir masa jabatan
|
Keterangan
|
Sedang menjabat
|
3. 2. Wakil Kepala
Wakil Kepala BIN mempunyai tugas
membantu Kepala BIN dalam memimpin pelaksanaan tugas BIN.
3. 3. Sekretariat Utama
Sekretariat Utama mempunyai tugas
melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BIN.
3. 4. Deputi Bidang Luar Negeri
Deputi Bidang Luar Negeri (Deputi
I) mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan
dan/atau operasi intelijen bidang luar negeri.
3. 5. Deputi Bidang Dalam Negeri
Deputi Bidang Dalam Negeri (Deputi
II) mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan
dan/atau operasi intelijen bidang dalam negeri.
3. 6. Deputi Bidang Kontra Intelijen
Deputi Bidang Kontra Intelijen
(Deputi III) mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan dan pelaksanaan
kegiatan dan/atau operasi kontra intelijen.
3. 7. Deputi Bidang Ekonomi
Deputi Bidang Ekonomi (Deputi IV)
mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan
dan/atau operasi intelijen bidang ekonomi.
3. 8. Deputi Bidang Teknologi
Deputi Bidang Teknologi (Deputi V)
mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan
dan/atau operasi intelijen bidang teknologi.
3. 9. Deputi Bidang Pengolahan dan Produksi
Deputi Bidang Pengolahan dan
Produksi (Deputi VI) mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan
bidang pengolahan dan produksi intelijen.
3. 10. Inspektorat Utama
Inspektorat Utama mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan intern di lingkungan BIN.
3. 11. Staf ahli
Staf Ahli mempunyai tugas
memberikan telaahan kepada Kepala BIN mengenai masalah tertentu sesuai bidang
keahliannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar