Mayjen TNI (Purn) Saurip Kadi mengatakan bahwa Wawan H Purwanto yang
mengaku sebagai pengamat intelejen mengatakan bahwa bentrok dan
kerusuhan yang terjadi dimana-mana adalah upaya pihak-pihak yang ingin
menjatuhkan pemerintah. Pernyataan itu selain kurang cerdas juga
tendensius sarat pesan sponsor dari pihak yang ketakutan atas kegagalan
dan tidakbecusan dalam menjalankan amanah rakyat.
Ketidakbecusan
tersebut telah menyebabkan ketidakpuasan rakyat dimana-mana sehingga
terjadi konflik antar warga masyarakat, antara warga dengan aparat, dll.
Yang intinya adalah kegagalan pemerintah (failed state). Sayangnya
bukannya pemerintah segera mencari solusi permasalahan, malahan
memperkeruh dengan berbagai komentar diantaranya seperti dilontarkan
oleh Wawan Purwanto tersebut.
"Kalau Hanya komentar masih mending, seringkali malah lingkaran kekuasaan sibuk membuat rekayasa untuk menutupi boroknya sendiri. Jadi istilahnya maling teriak maling"tegas Saurip saat wawancara dengan Seruu.com, selasa (14/02/2012).
Ditambahkan oleh beliau, Rekayasa kan perlu biaya. Mana ada rekayasa, yang hampir pasti melibatkan aparat, secara gratisan? Tidak Ada. Rekayasa itu perlu biaya, biasanya dilakukan oleh pihak yang ketakutan dan berkepentingan dengan membayar aparat. Contoh, soal konflik lahan, kalau ijin belasan, puluhan ribu hektar sampai ratusan ribu hektar apakah gratis? Pasti tidak.
Ditambahkan juga oleh Justiani, jubir DEPAN (Dewan Penyelamat Negara), Dengan ijin itu lantas aparat disewa untuk menggusuri Rakyat secara sah karena ada dasar hukumnya yakni surat ijin tadi. Disinilah konflik bermula. Karena yang pegang ijin merasa juga sudah punya hak hukum. Rakyat merasa berhak. Pengusaha merasa berhak. Aparat merasa menjalankan tugas sesuai surat ijin.
Intinya pemerintah yang gagal mengelola semua itu. Maka jika tidak mau ada keributan, ya kembalikan saja dana yang sudah diterima, kembalikan lahan rakyat, sehingga ada win-win solusi. Jangan malah sibuk komentar mencari kambing hitam. Itu cara-cara tidak ksatria padahal Ini era keterbukaan, Rakyat sudah cerdas, jangan pakai cara-cara lama. Nanti Jadi kelihatan tololnya.
"Contoh lain bagaimana arogannya cara-cara pemerintah menangani persoalan juga tercermin dari pernyataan Pangdam Jaya, bahwa jiwanya diwakafkan untuk menghadapi gerakan buruh. Ini kan terbalik logikanya. Itu melawan sumpah prajurit, melawan Sapta Marga. Harusnya statemen itu ditujukan kepada para koruptor yang merusak Negeri ini, itu baru benar. Prajurit di perbatasan sering terlambat pasokan. Prajurit menyekolahkan anak saja harus nyicil ke koperasi. Kok enak saja uang rakyat dikorup sama pelayan rakyat yang diberi amanah. Itu sudah keterlaluan. Statemen Pangdam itu kayak di jaman 60an, bukan jaman kini. Harusnya yang model demikian sudah punah, kok ya masih ada? Kasihan Rakyat", pungkas Mayor Jenderal TNI (Purn) Saurip Kadi.
"Kalau Hanya komentar masih mending, seringkali malah lingkaran kekuasaan sibuk membuat rekayasa untuk menutupi boroknya sendiri. Jadi istilahnya maling teriak maling"tegas Saurip saat wawancara dengan Seruu.com, selasa (14/02/2012).
Ditambahkan oleh beliau, Rekayasa kan perlu biaya. Mana ada rekayasa, yang hampir pasti melibatkan aparat, secara gratisan? Tidak Ada. Rekayasa itu perlu biaya, biasanya dilakukan oleh pihak yang ketakutan dan berkepentingan dengan membayar aparat. Contoh, soal konflik lahan, kalau ijin belasan, puluhan ribu hektar sampai ratusan ribu hektar apakah gratis? Pasti tidak.
Ditambahkan juga oleh Justiani, jubir DEPAN (Dewan Penyelamat Negara), Dengan ijin itu lantas aparat disewa untuk menggusuri Rakyat secara sah karena ada dasar hukumnya yakni surat ijin tadi. Disinilah konflik bermula. Karena yang pegang ijin merasa juga sudah punya hak hukum. Rakyat merasa berhak. Pengusaha merasa berhak. Aparat merasa menjalankan tugas sesuai surat ijin.
Intinya pemerintah yang gagal mengelola semua itu. Maka jika tidak mau ada keributan, ya kembalikan saja dana yang sudah diterima, kembalikan lahan rakyat, sehingga ada win-win solusi. Jangan malah sibuk komentar mencari kambing hitam. Itu cara-cara tidak ksatria padahal Ini era keterbukaan, Rakyat sudah cerdas, jangan pakai cara-cara lama. Nanti Jadi kelihatan tololnya.
"Contoh lain bagaimana arogannya cara-cara pemerintah menangani persoalan juga tercermin dari pernyataan Pangdam Jaya, bahwa jiwanya diwakafkan untuk menghadapi gerakan buruh. Ini kan terbalik logikanya. Itu melawan sumpah prajurit, melawan Sapta Marga. Harusnya statemen itu ditujukan kepada para koruptor yang merusak Negeri ini, itu baru benar. Prajurit di perbatasan sering terlambat pasokan. Prajurit menyekolahkan anak saja harus nyicil ke koperasi. Kok enak saja uang rakyat dikorup sama pelayan rakyat yang diberi amanah. Itu sudah keterlaluan. Statemen Pangdam itu kayak di jaman 60an, bukan jaman kini. Harusnya yang model demikian sudah punah, kok ya masih ada? Kasihan Rakyat", pungkas Mayor Jenderal TNI (Purn) Saurip Kadi.
Sumber :
http://www.seruu.com/utama/politik/artikel/kerusuhan-dimana-mana-merupakan-bukti-kegagalan-pemerintah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar